MANAJEMEN OPINI DALAM OPINI PUBLIK
Istilah opini publik
berasal dari public opinion (bahasa
Inggris), kemudian diterjemahkan menjadi istilah pendapat umum. Dalam aktivitas
public relations yang menyangkut pendapat umum (opini publik) tersebut merupakan aspek yang penting untuk
keberhasilan menciptakan opini publik positif dan pada akhirnya akan tercipta
suatu citra yang baik bagi lembaga atau organisasi yang menjadi tanggung
jawabnya (Ruslan, 2007: 43).
Drs.
Djafar H. Assegaff mengatakan istilah ‘pendapat umum’ merupakan terjemahan dari
opini publik (public opinion) kurang tepat, yang tepat adalah opini publik
(Ruslan, 2007: 43). Menurutnya, keduanya memang memiliki arti yang sama, akan
tetapi sebaiknya menggunakan istilah “publik” karena secara umum mempunyai
konotasi sempit dan spesifik yang merupakan sekumpulan individu-individu yang
terikat ikatan solidaritas tertentu. Sedangkan kata “umum” menunjukkan yang
lebih luas dan tidak spesifik pada kelompok individu yang mewakili khalayak
tertentu (Ruslan, 2007: 44).
Opini
adalah suatu respons aktif tehadap stimulus suatu respons yang dikonstruksi
melalui interpetasi pribadi yang berkembang dari dan menyumbang citra (image),
sedangkan publik adalah suau kumpulan orang-orang yang sama minat dan
kepentingannya terhadap sesuatu isu. Jadi, yang dimaksud dengan opini publik,
yaitu suatu opini yang menyengkut isu atau kejadian yang mengandung
keprihatinan (concern) publik. Dengan demikian, opini publik bukan karena
banyaknya jumlah orang, melainkan karena sifatnya yang menyangkut isu publik.
Opini
publik adalah pengumpulan citra yang diciptakan oleh proses komunikasi (Olii
& Novi Erlita, 2017: 18). Opini publik sebagai fenomena sosial dan politik,
khususnya bidang komunikasi politik, memiliki karakteristik tertentu. Floys
Allpord (1954: 55-56) mengumpulkan 12 karakteristik opini publik. Secara
ringkas, pokok-pokok karakteristik itu ialah opini publik merupakam perilaku
manusia-manusia individu; dinyatakan secara verbal; melibatkan banyak individu,
situasi dan objeknya dikenal secaa luas; penting untuk orang banyak;
pendukungnya berbuat atau bersedia untuknya; disadari, diekspresikan;
pendukungnya berbuat atau bersedia untuknya; disadari, diekspresikam,
pendukungnya tidak mesti berada pada
tempat yang sama, bersifat menentang atau mendukung sesuatu; mngandung
unsur-unsur pertentangan; dan efektif untuk mencapai objektifitas.
a. Definisi Manajemen
Manajemen secara
pengertian, sebagaimana dikemukakan oleh Mary Parker Follet (1997), adalah seni
dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Lalu dikenal pula pengertian
lain dari manajemen, yaitu sebagaimana dikemukakan oleh Nickels, McHugh, and
Mchugh (1997), the process used to
accomlish organizational goals through planning organizing, directing, and
controlling people and other organizational resources. Manajemen adalah
sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui
rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya. Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pada dasarnya
merupakan seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan
pencapaian tujuan. Dalam penyelesaian akan sesuatu tersebut, terdapat tiga
faktor yang terlibat:
1.
Adanya penggunaan sumber daya organisasi, baik sumber daya manusia maupun
faktor-faktor produksi lainnya. Atau sebagaimana menurut Griffin, sumber daya
tersebut meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya keuangan,
serta informasi.
2.
Adanya proses yang bertahap dari mulai perencamaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengimplementasian, hingga oengendalian dan pengawasan.
3.
Adanya seni dalam menyelesaikan pekerjaan.
b. Definisi Opini
Opini berarti
kesimpulan yang ada dalam pikiran dan belum dikeluarkan bisa diperdebatkan.
Suatu opini yang kira – kira sudah menetap adalah sentiment dan jika dipegang
secara teguh kurang lebih adalah suatu keyakinan sedangkan pandangan adalah
suatu opini yang agak diwarnai oleh kecendrungan. (H. Frazier Moore, 1987:49).
Dalam Sunarjo (1997:85)
opini juga dianggap sebagai jawaban lisan individu yang memberi respon atau
tanggapan kepada rangsangan dimana suatu situasi atau keadaan yang pada umumnya
diajukan suatu pertanyaan. Jadi, opini yang dimaksud dari dua pendapat diatas
adalah suatu taksiran yang berbentuk di dalam pikiran mengenai sesuatu hal yang
sifatnya bertentangan. Sementara opini yang dimaksud pada penelitian ini adalah
suatu pernyataan mengenai persoalan-persoalan tertentu.
Opini dapat dinyatakan
secara aktif maupun pasif, lisan, dan baik secara terbuka dengan melalui
ungkapan kata-kata yang dapat ditafsirkan dengan jelas, maupun melalui pilihan
kata yang halus atau diungkapkan secara tidak langsung dan dapat diartikan
secara konotatif atau persepsi (personal). “Opini dapat dinyatakan melalui
perilaku, sikap tindak, mimik muka atau bahasa tubuh atau berbentuk
simbol-simbol tertulis” (Ruslan, 2005:63). Jawaban-jawaban yang diberikan akan
menunjukkan adanya tiga jenis penilaian, yaitu (Moore, 1988:59-60) :
1.
Positif, menyebabkan seseorang beraksi secara menyenangkan terhadap orang
lain, suatu masalah, suatu kebijaksanaan, atau sebuah organisasi.
2.
Pasif, orang tersebut tidak memiliki opini mengenai persoalan yang mempengaruhi
kelompoknya.
3.
Negatif, menyebabkan seseorang memberi opini yang tidak menyenangkan
mengenai seseorang, suatu organisasi atau suatu persoalan.
Sebagaimana
bidang-bidang lain dalam ilmu sosial dan ilmu politik, opini publik memiliki
bnayak definisi dari banyak pakar, yang satu dengan lainnya mengandung
perbedaan. Meskipun demikian, hakikatopini publik tetap dapat dipahami. Opini
publik pada dasarnya adalah pendapat rata-rata individu dalam masyarakat
sebagai hasil diskusi tidak langsung yang dilakukan untuk memecahkan persoalan
sosial, terutama yang diperoleh oleh media massa.
Dengan demikian maka
manajemen opini adalah suatu cara yang bertujuan untuk bagaimana menghimpun,
mengelola, menyiarkan dan memonitoring serta mengevaluasi opioni yang akan dipublikasikan,
terhadap fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan, politik dan sebagainya, yang
sedang actual dan mengandung nilai-nilai akan kebaikan banyak orang atau
kepentingan publik.
c. Definisi Manajemen Opini
Manajemen Opini adalah
pengelolaan opini yang dipertentangkan oleh opini tertentu yang dapat menunjang
atau tidak menjadi kendala terhadap proses pencapaian tujuan-tujuan manajemen.
Manajemen Opini adalah
mengubah, menetralisir opini yang bertentangan, mengkristalisasikan opini yang
masih lunak dan berubah-ubah, mempertahankan opini yang dimiliki dari polusi
opini lainnya
Merupakan upaya yang
persuasif, logis serta rasional sehingga dapat mengubah opini yang subjektif /
irasional dan diperlukan agar dapat menyelesaikan permasalahan terkait dengan opini
publik yang berkembang
Manajemen opini diatas
juga dapat dilakukan dengan membuat pemilahan issu dan radikalisme issu.
Pemilihan issu yaitu memisahkan opini atau issu yang aktual yang dianggap layak
untuk kondisi kekinian, atau dengan pertimbangan lain opini dipilih sebagai
pilihan issu. Kemudian setelah pemilihan isu maka seterusnya dapat dilakukan
radikalisasi issu. Radikalisasi issu tersebut adalah melakukan gerakan-gerakan
simultan dan efektif dalm rangka menguatkan opini di masyarakat.
1)
Penguatan Opini.
Sebelum kita membuat
opinion building (pembangunan opini), maka kita lebih awal memahami hal-hal
seperti :
a)
Melakukan penguatan wacana, yaitu dengan jalan melakukan akses data
informasi tentang wacana yang ingin dibangun.
b)
Memuatn manajemen jaringan, yaitu dengan mekanisme membuat jaringan
internal dan eksternal. Internal yang perlu dilakukan adalah memaksimalisasi
komunikasi antarpersonal, komunal dan seterusnya, baik via handphone, internet
dan komunikasi antarpersonal. Mengadakan sentra komunikasi, secretariat bersama
dan semacamnya dan melakukan simultansi analisis SWOT. Eksternal yaitu dengan
mengintensifkan komunikasi dengan seluruh stakeholders dalam rangka mencari
akurasi data dan efektifitas informasi yang memiliki simbiosis mutualisme.
2) Opinion Building
Pembangunan opinion
yang efektif dan berdaya guna , dengan tujuan agar apa yang diharapkan dari
opini yang dibangun dapat tercapai, maka dapat dilakukan dengan jalan melakukan
penguatan media.
Penguatan media massa,
dapat dilakukan dengan cara wawancara, penulisan artikel, surat pembaca,
lobi-lobi dan penggunaan hak jawab. Selain itu, dapat dilakukan pula dalam
bentuk seminar, diskusi, membuat selebaran, pemflet, atau sosialisasi langsung
ke masyarakat
d. Manajemen Opini Publik dalam Komunikasi
Manajemen Opini Publik
merupakan proses timbal-balik (respirokal) pertukaran sinyal untuk memberi
informasi, membujuk atau memberi perintah berdasarkan makna yang sama dan
dikondisikan oleh konteks hubungan para komunikator dan konteks sosialnya. (Cutlip,
2007:225)
1.
Counter opini dengan tepat
Jangan membiarkan opini
berkembang luas, diperlukan deteksi dini, cari sumber opininya, seberapa jauh
pengaruhnya dan segera cari alternatif pemecahannya serta upaya –upaya untuk
menanggulangi opini tersebut
2.
Menguasai Sumber Opini
Dalam mengelola /
manajemen opini penting untuk mengetahui dan dekat dengan sumber opini /
opinion leader / tokoh masyarakat yang berpengaruh terhadap lingkungannya
sebagai agent of change / agen perubahan di lingkungannya.
3.
Memelihara Kontinuitas Informasi
Informasi berperan
penting dalam pembentukan dan perubahan opini yang berkembang. Dalam manajemen
opini diperlukan pemberian informasi yang cepat, benar, periodik dan tepat
waktu.
4.
Menguasai Media Komunikasi
Dalam manajemen opini
diperlukan penguasaan media komunikasi . Artinya kita dapat menjalin hubungan
yang harmonis dengan media komunikasi seperti media massa (TV, Pers, Radio, dan
media sosial), sehingga dapat tercipta hubungan mitra kerja yang saling
menguntungkan (cordial relation)
Terdapat 4 tipe publik
menurut Grunig dan Repper (1992:139) :
1.
All Issues Publics: Publik yang bersikap aktif dalam
berbagai isu
2.
Apathetic Issue Publics : Public yang tidak memperhatikan
/ apatis terhadap semua isu
3.
Single Issue Publics : Public yang aktif pada satu atau
sejumlah isu terbatas
4.
Hot Issue Publics : Public yang baru aktif setelah
semua media media mengekspos dan menjadi topik sosial yang diperbincangkan
secara luas
1.
Mengidentifikasikan segmen khalayak atau kelompok orang yang dijadikan
sasaran program Manajemen Opini.
2.
Menciptakan skala prioritas, berkaitan dengan keterbatasan dana dan sumber
daya lainnya.
3.
Memilih media dan teknik PR yang paling sesuai untuk mempersiapkan
pesan-pesan sehingga efektif dan mudah diiterima.
Model agenda setting
mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan oleh
media pada suatu persoalan dengan perhatian ayng diberikan khalayak pada
persoalan itu. Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap
penting pula oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput juga dari
perhatian masyarakat. Agenda masyarakat dapat diteliti dari segi apa yang
dipikirkan orang (intrapersonal), apa yang dibicarakan orang itu dengan orang
lain (interpersonal), dan apa yang mereka anggap sedang menjadi pembicaraan
orang ramai (community salience).
Efek terdiri dari efek
langsung dan efek lanjutan (subsequent effects). Efek langsung berkaitan dengan
isu : apakah isu itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak (pengenalan).
Dari semua itu, mana yang dianggap paling penting menurut khalayak (salince) ,
bagaimana isu itu diranking oleh responden dan apakah rangkingnya itu sesuai
dengan ranking media (prioritas). Efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan
tentang peristiwa tertentu) atau tindakan, seperti memilih kontestan pemilu
melakukan setting berkenaan dengan efek media massa dalam bidang politik,
seperti yang dilakukan oleh Shaw dan McCombs. Hasilnya menunjukkan , dalam
kampanye presiden Amerika Serikat 1972, ternyata surat kabar menentukan apa
yang dianggap penting oleh masyarakat. Agenda televisis juga berkolerasi dengan
agenda para pemilih.
Menurut Alexis S. Tan
dalam Mass Communication Theoris and Research, studi selanjutnya yang dilakukan
Shaw dan Combs menunjukkan bahwa meskipun surat kabar dan televisi sama-sama
mempengaruhi agenda politik pada khalayak, ternyata surat kabar pada umumnya lebih
efektif dalam menata agenda dibandingkan dengan televisi. Tan menyimpulkan,
dalam agenda setting, media mempengaruhi kognisi politik khalayak melalui dua
cara. Pertama, media secara efektif menginformasikan peristiwa politik kepada
khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim. Kedua, media mempengaruhi
persepsi khalayak mengenai pentingnya masalah politik (Tan, 1981: 277)
Apa maknanya ? media
massa tak ubahnya seorang pemandu wisata. Ia menunjukka jalan, memandu
wisatawan menelusuri objek-objek yang menarik, memberikan penjelasan sekaligus
peringatan agar wisatawan tak terjebak dalam kesulitan. Ia melakkan bimbingan
dan siap berbuat apa pun yang perlu demi melindungi wisatawan yang dibawanya
itu dari kemungkinan terburuk yang bisa membahayakan keselamatan mereka.
Pemandu berperan sebagai guru, sebagai teman, sekaligus juga sebagai penjaga
keamanan wisatawan (body guard). Dengan kecakapannya semacam ini, media diakui
kredibilitasnya dalam jagat politik suatu negara.
Dikalangan pengelola
atau praktisi media massa, model agenda setting dijadikan tak ubahnya kitab
suci. Nyaris tak ada saatu pun kegiatan perencanaan penyajian dan pemilihan
pesan media dalam bentuk berita, laporan, ulasan, tulisan, gambar, foto dan
sejenisnya, yang tak memperhatikan teori agenda setting. Bahkan dalam sejumlah
kasus, media massa seperti mengambil alih pola selektifitas yang dipunyai
khalayak. Artinya, khalayak tak perlu berpikir, tak perlun mengingat, tak perlu
membuat agenda kegiatan. Biarlah media yang memikirkan dan melaksanakan semua
itu. Khalayak cukup menikmatinya saja.
Untuk agenda media
surat kabar, yang sejak awal ditakdirkan sebagai pencipta dan penjaga
peradaban, fungsi agenda setting lebih tertata atau terkendali secara relatif
baik. Artinya, tak sampai hanyut oleh godaan-godaan material dengan lebih
banyak menonjolkan informasi yang tidak perlu, ramah-tamah, dan adakalanya
menyesatkan hanya karena mengejar motif komersial.berbeda kasusnya dengan media
massa televisi. Pada televisi, dengan fungsinya yang sangat dominan sebagai
media hiburan, godaan untuk mengejar iklan sebanyak mungkin sering tak
terhindarkan. Media televisi lalu tak ubahnya menjadi budak peringkat
(ratting). Tayangan-tayangan program acara yang mrmiliki pringkat tinggi,
meskipun tak bermutu dan mengeksploitasi selera rendah, dijadikan ujung tombak
siaran. Aneka cara itu ditampilkan pada jam tayang utama (prime time) atau
pukul 18:00 – 21:00.
Manhein mengingatkan,
konseptualisasi teori model agenda setting meliputi tiga agenda utama, yaitu
agenda media, agenda khalayak, dan agenda kebijakan. Untuk agenda media,
dimensinya meliputi visibility ( visibilitas, yaitu jumlah dan tingkat
menonjolnya berita), audince salience (penonjolan, yaitu tingkat menonjol dan
relevansi berita dengan kebutuhan khalayak), valence (valensi, yaitu
menyenangkan atua tidak menyenangkan cara pemberitaan suatu peristiwa). Untuk
agenda khalayak, dimensinya mencakup familiarity (keakraban, yaitu derajat
keakraban khalayak terhadap topik tertentu), personal salience (penonjolan pribadi,
yaitu relevansi kepentingan dengan ciri pribadi), dan favourability
(kesenangan, yaitu untuk agenda kebijakan, dimensinya meliputi support (
dukungan, yaitu kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu).
Likehood of action ( kemungkinan kegiatan, yaitu kemungkinan pemerintah
melaksanakan sesuatu yang diibaratkan), dan freedom of action (kebebasan
bertinfsk, yaitu nilai kegiatan yang mungkin akan dilakukan oleh pemerintah).
Konseptualisasi Manhein ini mendukung teori agenda setting secraa menyeluruh.
Kita perlu memberi
catatan disini. Meskipun agenda setting merumukan apa yang dianggap penting
oleh masyarakat, dalam praktik tak serta merta semua dianggap penting it
diperhatikan dan dilaksanakan oleh masyarakat. Fakta menunjukkan, justru cukup banyak isu,
persoalan, gagasan, peristiwa atau berita ayng dilewatkan begitu saja. Berlalu
seperti angin. Kalau sudah demikian, sia-sialah berbagai informasi dan berita
yang dipublikasikan karena tk mampu menggugah perhatian khalayak. Bagi para
perencana dan praktisi media, kenyataan in tak setiap saat disadari. Media syik
dengan agendanya sendiri. Khalayak pun tetap membisu karena tidak bisa
memberikan umpan balik secraa langsung (indirect
feedback). Kalaupun umpan balik dilontarkan, sifatnya tertunda (delayed feedback).
Manajemen opini dalam
opini publik dapat diberikan pengertian; mengubah, menetralisir opini yang
bertentangan, mengkristalisasikan opini yang masih lunak dan berubah-ubah,
serta mempertahankan opini yang dimiliki dari polusi opini lainnya.
Menurut Alexis S.Tan
(Sumadiria, 2014: 90), ia menyimpulkan bahwa dalam agenda setting, media
mempengaruhi kognisi politik khalayak melalui dua cara. Pertama, media secara
efektif menginformasikan peristiwa politik kepada khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim. Kedua, media mempengaruhi persepsi khalayak mengenai
pentingnya masalah politik (Tan, 1981: 277).
Teori agenda setting,
singkatnya merefleksikan pola interaksi sosial antara media massa dan
masyarakat. Sebaliknya, masyarakat mengikuti dan merujuk kepada agenda serta
preferensi (pengutamaan yang telah diseleksi dan diberi bobot nilai atau peringkat
oleh media. Pola kausalitas sosiologis inilah yang mengantarkan lahirnya dalil
dalam dunia jurnalistik : media adalah
cermin masyarakat.
Ruslan, Rosady. 2007. Kiat dan Strategi Kampanye PR.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Heryanto, Gun Gun & Shulhan Rumaru. 2013.
Komunikasi Politik. Bogor : Ghalia Indonesia.
Olli, Helena & Novi Erlita. 2017. Opini Publik.
Jakarta Barat : Indeks.
Sumadiria, Haris. 2014. Sosiologi Komunikasi Massa.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Sule, Ernie Tisnawati & Kurniawan Saefullah.
2018. Pengantar Manajemen. Depok: Prenadamedia Group.
Komentar
Posting Komentar